KESOMBONGAN DALAM AMBATTHA SUTTA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu
Dalam Mata Kuliah Vinaya Tematik
Dosen Pengampu:
Budi Utomo, Ph.D.
Oleh:
Nama : Citta Lokadhamma Santi
NIM : 20180200026
Jurusan : Dharma Acarya
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB)
“SMARATUNGGA”
BOYOLALI
2019
KATA PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi Buddhaya,
Namo Buddhaya.
Puji syukur penulis panjatkan pada Sanghyang Adi Buddha Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha, Boddhisattva dan Mahasattva berkat pancaran cinta kasih-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kesombongan dalam Ambattha Sutta” mata kuliah Vinaya Tematik. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
Budi Utomo, Ph.D. selaku Dosen Pengampu Vinaya Tematik
Teman-teman yang telah membantu dalam menyusun makalah ini
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, serta dalam penyusunan yang jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi perkembangan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Sadhu…Sadhu…Sadhu
Boyolali, 22 Maret 2019
Penulis NJSJH
DAFTAR ISI
Halaman Juduli
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I1
A.Latar Belakang Masalah1
B.Rumusan Masalah2
C.Tujuan Penulisan2
BAB II3
A.Pengertian Kesombongan3
B.Kesombongan dalam Ambattha Sutta7
C.Perbedaan kesombongan dalam Ambattha Sutta dengan Sutta-Sutta yang lainnya.7
BAB III10
A.Kesimpulan10
B.Saran10
DAFTAR PUSTAKA11
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Manusia di dunia ini pada dasarnya memiliki sifat yang berbeda-beda, dari yang dengki, iri, serakah, baik, ramah, sombong dan masih banyak lagi. Sifat-sifat tersebut sewaktu-waktu dapat berubah, tergantung dengan orang itu sendiri. Jika orang tersebut memiliki tekat untuk berubah pastinya akan berubah. Tetapi jika orang itu tidak mau berubah maka sifat yang dulu akan semakin melekat pada dirinya.
Kesombongan, berasal dari kata sombong yang juga disebut angkuh, takabur, arogan atau congkak merupakan suatu perasaan atau emosi dalam hati yang dapat mengacu pada dua makna umum. Dalam konotasi negatif biasanaya mengacu pada perasaan meningkatnya status atau prestasi seseorang, seringkali disebut “keangkuhan”. Sementara dalam konotasi positif mengacu pada satu perasaan puas diri seseorang terhadap tindakan atau pilihannya sendiri, atau terhadap pihak lain, atau juga terhadap suatu kelompok sosial, dapat dikatakan sebagai suatu produk turunan dari pujian, refleksi diri, atau rasa memiliki yang terpenuhi.
Dikutip dalam kitab Digha Nikaya 3: Ambattha Sutta. Ambattha, seorang siswa muda Pokkharasati, seorang brahmana yang terpelajar, dikirim oleh gurunya untuk menyelidiki Gotama benar-benar seoranng Buddha murni yang memiliki 32 tanda manusia agung. Melihat perilaku Ambattha yang kurang ajar dan sombong karena terlahir sebagai kasta brahmana, sang Buddha pun menaklukkannya dengan membuktikan bahwa kasta Khattiya sebenarnya lebih tinggi daripada Brahmana. Sang Buddha menjelaskan bahwa keagunggan di dalam diri manusia bukan berasal dari kelahiran melainkan dari kesempurnaan pengetahuan dan kesucian tingkah laku, selain itu sang Buddha juga menjelaskan tentang kesempurnaan sila, penjagaan pada pintu indria. Merasa puas dengan ke 4 kebutuhan pokok seorang samana (sadhara santhuti), panca nivarana dan dhamma secara berurutan serta dhamma yang hanya diperoleh oleh seorang Buddha. Pada akhirnya Pokkarasadi memuji Sang Buddha dan menyatakan perlindungan kepada Tri ratana (Buddha, Dhamma dan Sangha) beserta keluarganya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat rumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
Apakah yang dimaksud dengan Kesombongan?
Bagaimana kesombongan itu dalam Ambattha Sutta?
Bagaimana perbandinggan kesombongan dalam Ambattha Sutta dengan sutta-sutta yang lainnya?
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah “Vinaya Tematik” yang diampu oleh dosen Budi Utomo, Ph.D. dan tujuan lainnya dari penulisan makalah ini adalah:
Menjelaskan pengertian dari kesombongan
Menjelaskan kesombongan dalam Ambattha Sutta
Membedaan kesombongan dalam Ambattha Sutta dengan sutta-sutta yang lainnya. BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Kesombongan
Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, menjalin hubungan, bergaul, bersahabat. Bisa terjadi, persahabatan dengan orang lain menjadi renggang, menjauh, atau bahkan putus berakhir. Salah satu penyebab yang dapat membuat hal itu terjadi adalah karena munculnya kesombongan atau keangkuhan dalam diri kita atau dalam diri orang yang bergaul dengan kita.
Pengertian dari keombongan
Kesombongan, berasal dari kata sombong yang juga disebut angkuh, takabur, arogan atau congkak merupakan suatu perasaan atau emosi dalam hati yang dapat mengacu pada dua makna umum. Dalam konotasi negatif biasanaya mengacu pada perasaan meningkatnya status atau prestasi seseorang, seringkali disebut “keangkuhan”. Sementara dalam konotasi positif mengacu pada satu perasaan puas diri seseorang terhadap tindakan atau pilihannya sendiri, atau terhadap pihak lain, atau juga terhadap suatu kelompok sosial, dapat dikatakan sebagai suatu produk turunan dari pujian, refleksi diri, atau rasa memiliki yang terpenuhi.
Santo Thomas Aquinas berpendapat bahwa kesombongan adalah suatu perasaan dimana manusia menilai dirinya lebih dari kenyataannya; kehendaknya sudah berlawanan dengan nalar dengan mengharapkan sesuatu yang tidak wajar, sehingga kesombongan merupakan dosa. Dengan bahasa yang lugas dan berbeda, Santo Yohanes Maria Vianney menggambarkan orang yang sombong sebagai orang yang haus pujian, orang yang menunjukkan kerendahan hati palsu.
Kesombongan dalam istilah bahasa pali disebut Mana. Seseorang yang memiliki mana cenderung memandang sesuatu hal dengan sebelah mata. ketika mereka unggul dalam status, kekayaan, pengetahuan, kesehatan, dan lain-lain, mereka berpikir tinggi akan dirinya sendiri dan memandang rendah orang lain. Kesombongan dalam bentuk lain menurut Guru Buddha adalah membandingkan diri dengan pihak lain. Misalnya seperti; Saya lebih pandai/cerdas dari yang lain, saya lebih sabar dari yang lain, saya lebih maju dalam Dharma dibanding yang lain.
Pada Level yang amat halus kadang membandingkan secara kebalikannya misalnya seperti; saya lebih bodoh dari yang lain, saya lebih rendah dari yang lain, saya lebih cepat marah dari yang lain, dan sebagainya. Itupun bentuk lain dari Kesombongan.
Bentuk-bentuk dari kesombongan (Mana), yaitu:
Kesombongan karena kelahiran atau kasta (Jati-Mana)
Dewasa ini masih ada beberapa orang yang dikenal karena kelahirannya. Bagaimanapun juga, kelahiran bukanlah sesuatu yang pantas disombongkan, untuk di bualkan, untuk berpikir orang lain hina, inferior, atau berkasta rendah. Sekalipun seseorang dilahirkan dalam keluarga yang luhur atau berdarah biru, jika dia ramah, sopan dan lembut kepada yang miskin, dia akan lebih dihormati dan dicintai.
Kesombonagn karena materi (Dhana-Mana)
Dewasa ini banyak orang kaya yang tidak mau bergaul dengan orang miskin. Mereka berpikir bahwa dirinyalah yang paling kaya. Pepatah lama mengatakan, : Tidak pernah melihat sungai besar, anak sungai dianggap yang terbesar.". Namun jika mereka terbuka dan baik kepada orang miskin, tidakkah mereka akan lebih dihormati? Bahkan mereka akan ditolong ketika dalam bahaya. Wajah tersenyum dan ucapan lembut bisa menjadi obat mujarab bagi orang miskin.
"Kekayaan yang dimiliki raja, tinggal di istana emas, lengkap dengan kebesarannya, dikelilingi para menteri dan anggota istana, adalah seperti gelembung busa yang muncul sejenak di permukaan laut". (Anantasuriya)
Kesombongan karena pendidikan yang dicapai (Panna-Mana)
Pendidikan adalah sesuatu yang dipelajari dari orang lain dan bukan hal yang terlalu luar biasa. Setiap orang bisa mendapatkan pendidikan formal jika diberi kesempatan untuk belajar dari guru yang baik. Ketika kita bertemu dengan seorang yang buta huruf dan sangat dungu, janganlah bersikap sombong dan memandang rendah, sebaliknya kita harus bersikap baik dan berusaha memberikan suatu pendidikan kepada mereka. Suatu ketika ada seorang kepala Vihara yang sangat terpelajar, beliau sangat terkenal baik dalam pengetahuan umum maupun naskah Dhamma, ini dikarenakan pada kehidupan sebelumnya beliau selalu membagi pengetahuannya. Oleh karena itu, kita harus menggunakan pendidikan kita agar bermanfaat bagi kita di dalam samsara.
Kesombongan karena kerupawanan
Kesombongan karena kerupawanan jasmani juga disebut kesombongan karena penampilan pribadi. Karena dalam kehidupan lampau bebas dari dosa (kebencian), mempersembahkan bunga, membersihkan pagoda dan Vihara, dan sebaginya, seseorang akan menjadi terkenal akan kerupawanannya dalam kehidupan saat ini. Dia bisa menjadi sombong dengan penampilannya yang baik. Bagaimanapun juga, merenungkan kembali masa lampau, merenungkan kembali bagaimana seseorang terbebas dari kebencian dan menjadi pemurah hati, seseorang seyogyanya tidak merasa sombong dalam kehidupan ini. Dia harus mencoba untuk mengembangkan pemikiran baik, kelembutan, dan budi tinggi.
Seseorang yang congkak, dengan kebanggan semu, angkuh, akan tidak disukai oleh orang lain dan karena telah hidup dengan sia-sia, akan terlahir kembali di alam yang lebih rendah secara berturut-turut dalam rentetan kehidupannya. arenanya, Anda harus mencabut habis kesombongan dan bersikap rendah hati seperti diumpamakan "Seekor ular yang dicabut taringnya, seekor sapi yang patah tanduknya, keset yang terinjak oleh kaki-kaki kotor." Dengan demikian status Anda akan melesat tinggi dan lebih tinggi lagi dalam kehidupan-kehidupan berikutnya.
Dampak dari kesombongan
Kesombongan atau Sikap Arogan adalah salah satu tindakan negatif/ buruk, sampai ke level yang paling haluspun tetap buruk/negatif. Maka akibatnya merugikan dan hasilnya membawa penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain. Sepintas saja Orang Sombong mudah sekali dilihat, karena sudah Nampak dari mulai Mata-nya dan Raut Wajahnya, Ucapannya, apalagi Sikap dan Tindakannya. Demikian pula orang Rendah Hati (tidak sombong) pasti gampang dilihat.
Sejatinya, Orang Sombong suka Pamer apa saja yg dimilki, lebih suka memuji diri sendiri dan amat suka dipuji oleh orang lain, meski nilainya tidak seberapa. Sebaliknya orang sombong suka merendahkan status orang lain, atau suka anggap rendah orang lain atau tidak menghargai hasil karya orang lain meski karya itu bernilai tinggi. Artinya, orang sombong kebanyakan tidak mau kalah apalagi mau mengalah.
Kesombongan lambat laun pasti merugikan diri-nya dan orang lain. Sampai ke titik yang paling bahaya: Kesombongan akan Menggilas orang sombong bahkan mampu Membunuh diri-nya sendiri (orang sombong). Kesombongan diumpamakan seperti orang dipatuk Ular berbisa yang Racunnya (Kesombongan) akan menjalar mulai dari ujung Jari Kaki yang perlahan naik hingga ke ubun2 (otak) dan akhirnya mematikan orang yang dipatuk Ular (orang sombong). Sebab itu, orang sombong tidak disukai oleh banyak orang, kecuali oleh para Penjilat.
Buktinya; Dewadatta yang sombong dengan kemampuan gaibnya (kesaktian), hingga mau membunuh Guru Buddha. Namun akhirnya, justru Dewadatta masuk ke Bumi yang terbelah dan mati akibat Kesombongan yang menjerumuskannya ke alam Neraka Awici. (buku Riwayat Hidup Buddha Gotama).
Cara mengikis kesombongan
Kesombongan adalah sesuatu yang harus dikikis dan di cabut karena merupakan wujud dari kilesa atau kekotoran batin yang menghalangi dalam berlatih sila, Samadhi, dan panna. Sepintas saja Orang Sombong mudah sekali dilihat, karena sudah Nampak dari mulai Mata-nya dan Raut Wajahnya, Ucapannya, apalagi Sikap dan Tindakannya. Demikian pula orang Rendah Hati (tidak sombong) pasti gampang dilihat. Dengan demikian kesombongan harus dikikis atau dihancurkan. Untuk mengikis atau menghancurkan kesombongan yaitu dengan:
“Bermeditasilah pada tanda (animitta) dan atasi kecenderungan kesombongan. Dengan sepenuhnya memahami dan menghancurkan kesombongan engkau akan hidup dalam kedamaian (tertinggi)” Rahula Sutta: 2.11.
Denagn tidak melihat apa adanya, dilihat dalam Sona Sutta: 22.49 yaitu “Sona, ketika petapa dan brahmana manapun juga, dengan berdasarkan pada bentuk yang tidak kekal, penderitaan dan mengalami perubahan menganggap diri mereka: ‘aku lebih mulia,’atau’aku sama dengan,’ atau ‘aku lebih hina,’ apakah maksudnya kalau bukan berarti tidak melihat segala sesuatu sebagaimana adanya?.”
Memiliki pandanggan bahwa semua orang adalah sama atau setara, jadi tidak membanding-bandingkan. Seperti kata perenungan Master Cheng Yen, yaitu: “Tiga tiada di dunia ini: Tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.”
Kesombongan dalam Ambattha Sutta
Ambattha Sutta adalah salah satu sutta bagian dalam Digha Nikaya. Sutta ini dibabarkan oleh Sang Buddha untuk merendahkan kesombongan yang dimiliki oleh Brahmana Ambattha yang merupakan siswa muda dari seorang guru Brahmana yang terkenal di zaman yaitu Brahmana Pokkharasati. Dan sutta ini dibabarkan oleh Sang Buddha di hutan Icchanankhala. Yang isinya memuat tentang:
“Ambattha, seorang siswa muda dari Brahmana Pokkharasati, yang dianggap siswa yang terpelajar dalam penggetahuan Brahmana. Sutta ini dilatarbelakangi oleh rasa penasaran dari Brahmana Pokkarasati untuk membuktikkan dan mencari kebenaran bahwa petapa Gotama adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki 32 ciri-ciri dari manusia agung. Maka Brahmana Pokkharasati mengutus siswanya yang bernama Ambattha untuk menemui Sang Buddha beserta rombongannya yang waktu itu di hutan belantara Icchanankala. Dan untuk membuktikan bahwa Sang Buddha adalah benar-benar manusia agung. Melihat perilaku Ambattha yang kurang ajar saat menemui Sang Buddha dan sombong karena terlahir sebagai kasta Brahmana, sang Buddha pun menaklukkannya dengan membuktikan bahwa kasta Khattiya sebenarnya lebih tinggi daripada Brahmana. Dan juga Sang Buddha menjelaskan bahwa keagunggan di dalam diri manusia bukan berasal dari kelahiran melainkan dari kesempurnaan pengetahuan dan kesucian tingkah laku, selain itu sang Buddha juga menjelaskan tentang kesempurnaan sila, penjagaan pada pintu indria. Merasa puas dengan ke 4 kebutuhan pokok seorang samana (sadhara santhuti), panca nivarana dan dhamma secara berurutan serta dhamma yang hanya diperoleh oleh seorang Buddha. Pada akhirnya Pokkarasadi memuji Sang Buddha dan menyatakan perlindungan kepada Tri ratana (Buddha, Dhamma dan Sangha) beserta keluarganya.”
Perbedaan kesombongan dalam Ambattha Sutta dengan Sutta-Sutta yang lainnya.
Pembahasan tentang kesombongan sebenarnya tidak hanya ada di dalam Ambattha Sutta saja, tetapi juga terdapat di dalam sutta-sutta yang lainnya seperti, Anguttara Nikaya, Sutta Nipata bagian Uraga Sutta, Sallekha Sutta dan sebagainya. Tetapi disini saya akan membandingkan antara kesombongan dalam Ambattha sutta dengan Anguttara Nikaya dan Sutta Nipata.
Ambattha sutta beisikan tentang kesombong seorang pemuda bernama Ambattha yang terlahir sebagai kasta Brahmana, tetapi sang Buddha pun menaklukkannya dengan membuktikan bahwa kasta Khattiya sebenarnya lebih tinggi daripada Brahmana. Dan juga Sang Buddha menjelaskan bahwa keagunggan di dalam diri manusia bukan berasal dari kelahiran melainkan dari kesempurnaan pengetahuan dan kesucian tingkah laku, selain itu sang Buddha juga menjelaskan tentang kesempurnaan sila, penjagaan pada pintu indria.
Anguttara Nikaya III,38 berisikan tentang tiga jenis kesombongan yaitu (1)semua kesombongan terhadap kemudahan lenyap, karena pada dasarnya manusia sendiri pasti menjadi sakit dan tidak dapat lolos dari penyakit. (2)Semua kesombongan terhadap kesehatn pun lenyap, karena pada saat nanti kita akan menjadi tua dan tidak akan dapat lolos dari dari menjadi tua. Dan juga (3)semua kesombongan terhadap kehidupan pun lenyap, karena manusia hidup di dunia ini pastinya akan mati dan tidak dapat lolos dari kematian.
Anguttara Nikaya III,68 berisikan tentang akar-akar pada nafsu keinginan, pandangan salah dan kesombongan yang sulit untuk dihilangkan. Anguttara Nikaya I,xxi;pilihan. Membahas tentang kewaspadaan yang ditujukkan pada tubuh, yang di dalamnya terdapat 10 belenggu dan kesombongan adalah yang termasuk didalamnya. 10 belenggu tersebut adalah rintangan bagi para praktisi Dhamma untuk meraih kesucian batin.
Sutta Nipata bagian Uraga Sutta, yang membahas perumpamaan “ Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan kesombongan bagaikan jembatan ilalang rapuh dihanyutkan oleh banjir deras….”. dan bagian Amagandha Sutta tentang “Kemarahan, kesombongan , kekeraskepalaan, permusuhan, penipuan, kedengkian, suka membual, egoisme yang berlebihan, bergaul dengan yang tidak bermoral; inilah bau busuk…”. Semua perbuatan buruk tersebut di ibaratkan bau busuk, yang artinya akan tidak disukai oleh semua orang.
Dhammapada bab17 Kodha Vagga syair 221 yang berbunyi:
“ kodham jahe vippajaheyya manam
Sannojanam sabbam atikkameyya
Tam namarupasmim asajjamanam
Akincanm nanupatanti dukkha”
Artinya : “Tinggalkan kemarahan dan kesombongan, hilangkan kemelekatan, mereka yang tidak melekat pada pikiran dan tubuh, serta yang terbebas dari kekotoran batin, tiada penderitaan lagi dalam hidupnya.
Jadi perbedaannya yaitu kalau di dalam Ambattha Sutta lebih menekankan tentang kesombongan terhadap kasta atau kelahiran. Kalau di Anguttara Nikaya membahas tentang menghancurkan atau mengikis kesombonnga dan kesombongan juga menjadi rintangan batin yang sulit untuk mencapai kesucian batin . Sutta Nipata membahas kesombongan yang merupakan perbuatan buruk dan juga menghancurkan kesombongan yang sulit. Dan Dhammapada lebih menekankan kesombongan harus ditinggalkan agar dapat terbebas dari kekotoran batin dan penderitaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesombongan adalah sesuatu yang harus dikikis dan di cabut karena merupakan wujud dari kilesa atau kekotoran batin yang menghalangi dalam melatih sila, Samadhi dan panna. Salah satu sutta yang membahas tentang kesombongan adalah Ambattha Sutta. Ambattha Sutta dibabarkan oleh Sang Buddha untuk merendahkan kesombongan yang dimiliki oleh Brahmana Ambattha yang merupakan siswa muda dari seorang guru Brahmana yang terkenal di zaman yaitu Brahmana Pokkharasati. Tak hanya Ambattha Sutta yang membahas tentang kesombongan tetapi masih banyak lagi. Perbedaan kesombongan dalam Ambattha sutta dengan sutta-sutta yang lainnya yaitu kalau di dalam Ambattha Sutta lebih menekankan tentang kesombongan terhadap kasta atau kelahiran. Kalau di Anguttara Nikaya membahas tentang menghancurkan atau mengikis kesombonnga dan kesombongan juga menjadi rintangan batin yang sulit untuk mencapai kesucian batin . Sutta Nipata membahas kesombongan yang merupakan perbuatan buruk dan juga menghancurkan kesombongan yang sulit. Dan Dhammapada lebih menekankan kesombongan harus ditinggalkan agar dapat terbebas dari kekotoran batin dan penderitaan.
Saran
Setiap melakukan perbuatan baik pastinya akan membuahkan kamma baik bagi kita . Sebagaimana benih yang ditabur, demikian pula benih yang akan dituai. Maksudnya apa yang kita tanam (perbuatan baik atau perbuatan buruk), itulah yang nantinya akan kita dapatkan. Jadi kita hendaknya perbanyaklah untuk melakukan perbuatan baik agar kita juga dapatkan hasil perbuatan baik. Kesombongan merupakan perbuatan buruk untuk itu sebisanya kita harus menghindari agar tidak memiliki sifat itu, tetapi sebaliknya kita harus menghapus atau menghilangkan sifat sombong itu.
DAFTAR PUSTAKA
Sutta Nipata. Terjemahan by H. Saddatissa. 1999, Klaten: Vihara Bodhiwamsa Wisma Dhammaguna .
Petikan Anguttara Nikaya Kitab Suci Agama Buddha ( Numerical Discourses of The Buddha An Anthology of Sutta from the Anguttara Nikaya) Vol I. Terjemahan By Nyanaponika Thera dan Bhikkhu Bodhi. 2001, Klaten: Vihara Bodhivamsa Wisma Dhammaguna.
Khotbah-Khotbah Panjang Sang Buddha ( The Long Discourses of the Buddha A Translation of the Digha Nikaya). Terjemahan By Team Giri Mangala Publication and Team Dhammacitta Press. 2009, Trawas: Dhammacitta Press.